KIMIA DAN DEMOKRASI(*)





1

Apakah demokrasi adalah pilihan terbaik bagi kita? Demokrasi yang seperti apa? Ataukah kita sebetulnya lebih membutuhkan pemimpin yang lebih kuat, lebih otoriter, untuk mampu mengelola kekuatan kita untuk bergerak dengan lebih cepat ke arah yang lebih baik? Pemimpin yang lebih berani, yang lebih keras terhadap “pengganggu”, yang membuat rakyat kita agak lebih “seragam” secara ideologis, sehingga lebih mudah bergerak maju?

Apakah kita merasa saat ini terlalu “hiruk-pikuk” sehingga kita semua sebetulnya “terhambat” untuk bergerak maju? Apakah hiruk-pikuk itu yang menyebabkan Media Indonesia mengatakan bahwa kita “jalan di tempat”? apakah “negara telah salah arah”, dan “presiden/pemimpin bangsa tidak layak lagi menjadi panutan”?.

2
Sistem yang homogen memang lebih mudah diatur. Sebagai contoh, suatu ruang yang hanya berisi gas helium mudah diubah tekanannya dari 1 atm menjadi 2 atm. Perkecil saja volumenya menjadi separuhnya.

Sistem yang sama juga mudah diatur suhunya. Kalau kita ingin menaikkannya sebesar 10 derajat, dengan rumus sederhana Q = m c Δt kita mudah menghitung berapa kalor yang dibutuhkannya. Berikan kalor sebanyak itu, ditambah kalor untuk pemanasan wadahnya, kita akan gembira karena tujuan pemanasan telah dapat dicapai dengan akurasi tinggi.

Begitu juga dengan rakyat yang homogen secara ideologis. Mereka lebih mudah diatur, dan lebih mudah diajak bekerja sama untuk bergerak maju menuju kebaikan.

3
Sistem heterogen pun, asalkan tidak saling berinteraksi, juga relatif mudah diatur. Suatu wadah yang berisi gas helium dan hidrogen, yang keduanya tidak dapat saling bereaksi, dapat dinaikkan tekanannya menjadi 2 kali lipat dengan cara yang sama seperti di atas: perkecil volumenya menjadi separuhnya. Penaikan suhu juga dapat dilakukan dengan akurat, dengan rumus sederhana Q = m1 c1 Δt + m2 c2 Δt + C Δt.

Masyarakat yang heterogen, tapi tidak bercampur dan tidak berinteraksi antar kaum yang terlalu berbeda keyakinan, ideologi, dll., mungkin juga akan mudah bergerak maju. Biarkan satu kampung hanya berisi umat islam, dan kampung lainnya berisi umat kristen. Pindahkan mereka yang berkeyakinan Ahmadiyah ke tempat lain, dan masyarakat akan menjadi lebih aman dan damai. Mereka bisa lebih fokus untuk memajukan kampungnya.

Benar demikian? Baca dulu lanjutannya.

4
Sekarang kita lihat sistem yang heterogen, dan saling bereaksi satu sama lain. Contoh yang sering diberikan adalah sistem yang berisi nitrogen (N2), hidrogen (H2), dan amonia (NH3). Ketiga zat tersebut saling bereaksi untuk mencapai kesetimbangan. Bagaimana caranya agar tekanan sistem menjadi 2 kalinya, atau agar suhu sistem naik sebanyak 10 derajat?

Jika kita melakukan hal yang sama seperti pada sistem homogen atau sistem heterogen yang tak bereaksi di atas, yaitu mengubah volume menjadi separuhnya, ternyata tekanan TIDAK SAMPAI menjadi 2 kali lipat. Mengapa? Karena kesetimbangan bergeser ke arah koefisien yang kecil, sehingga jumlah molekul lebih sedikit. Dengan demikian, tekanan akan lebih rendah dari yang diharapkan. Tekanan tetap naik, tetapi kenaikannya tidak sampai dua kali semula.

Le Chatelier mengatakan, sistem setimbang akan “bereaksi” terhadap gangguan atau perubahan, sedemikian rupa untuk mengurangi dampak dari gangguan tsb. Rekan dari ilmu sosial mengatakan bahwa masyarakat kita cenderung “pro status quo” karena kita tidak pernah bisa mencapai apa yang kita rencanakan, karena sistem sosial segera “bereaksi” sedemikian rupa agar perubahan yang terjadi tidak sebesar yang diharapkan.

Untuk menaikkan suhunya sebesar 10 derajat, kita bisa menghitung kalor yang dibutuhkan dengan rumus Q = m1 c1 Δt + m2 c2 Δt + m3 c3 Δt, dimana c1, c2, c3 berturut-turut adalah kalor jenis N2, H2 dan NH3. Dengan pemberian kalor sebesar itu (plus tambahan kalor untuk pemanasan wadah), ternyata suhu tidak naik sebesar 10 derajat. Kita tidak gembira karena tujuan pemanasan tidak dapat dicapai dengan sempurna. Mengapa? Karena kesetimbangan bergeser ke arah reaksi endoterm, sehingga sebagian panas yang tadinya untuk menaikkan suhu, diserap oleh sistem untuk pergeseran kesetimbangan.

Sekali lagi sesuai dengan pernyataan Le Chatelier bahwa sistem setimbang akan menanggapi gangguan dengan perilaku yang akan mengurangi dampak dari gangguan itu. Suhu tetap naik, tapi kenaikannya tidak mencapai 10 derajat. Jika digunakan sebagai hukum sosial, hukum Le Chatelier menjelaskan perilaku masyarakat bersifat “pro status quo”, yang tidak begitu suka perubahan, yang mengharapkan perubahan yang tidak terlalu drastis.

5
Kita akhirnya melihat, perubahan pada sistem heterogen yang dibiarkan saling berinteraksi satu-sama-lain, menjadi mahal. Untuk menaikkan suhu, tidak bisa digunakan sejumlah kalor seperti yang telah dihitung dengan rumus di atas. Kita memerlukan tambahan kalor untuk mencapai kenaikan suhu 10 derajat. Demikian pula diperlukan “kerja” atau “usaha” (w) atau energi yang lebih besar untuk meningkatkan tekanan sistem, karena pergeseran kesetimbangan menurunkan pencapaian yang direncanakan.

Memajukan Indonesia yang heterogen juga menjadi mahal, apalagi kalau kelompok-kelompok yang heterogen itu saling berinteraksi. Perubahan menjadi sesuatu yang tidak dapat diprediksi dengan baik. Negara kita menjadi seperti “jalan di tempat”. Negara kita seperti berada dalam "chaos".

6
Kimia sering disebut sebagai salah satu bidang ilmu yang dapat memberi nilai tambah terbesar. Mengapa? Zat yang tidak punya nilai, melalui reaksi kimia, bisa diubah menjadi zat yang harganya ratusan ribu kali lebih besar.

Tapi bagaimana reaksi kimia bisa terjadi, kalau dalam wadah hanya dimasukkan gas yang homogen? Atau gas yang heterogen tapi tidak bisa bereaksi satu sama lain? Untuk menghasilkan zat yang bermanfaat, kita perlu menciptakan suasana reaksi yang baik agar zat baru itu bisa disintesis.

Tanpa reaksi kimia, kita hanya bisa mencapai hal-hal yang jauh dari sifat inovatif. Gas helium akan tetap helium, campuran H2-He akan tetap berupa campuran H2-He. Kita hanya melakukan perubahan sederhana yang mungkin tak terlalu bernilai, seperti menaikkan tekanannya, atau menaikkan suhunya. Tidak ada terobosan yang menghasilkan zat yang berguna.

7
Demikian juga dengan masyarakat Indonesia. Kalau kita ingin menghindari hiruk-pikuk, maka kita tidak akan memperoleh terobosan yang mempunyai nilai tambah yang berarti, untuk kebaikan dan kemajuan masyarakat kita. Terobosan hanya bisa dihasilkan dari atmosfer yang menyuburkan interaksi, seperti juga terobosan sintesis zat yang berguna hanya mungkin jika kita membuka peluang terjadinya reaksi kimia.

Memang, untuk menghasilkan zat yang berguna, kita memerlukan “skills” tentang bagaimana melakukan sintesis kimia. Pengetahuan itu tidak mudah untuk didapatkan. Kita perlu memperolehnya dengan kerja keras, kesabaran, dan kesungguhan.

Demikian juga dengan masyarakat kita. Untuk menghasilkan sinergi, dan tidak sekedar kompromi, diperlukan kerja keras, kesabaran, dan kesungguhan untuk bekerja sama, dan memperoleh keahlian untuk menemukan mutiara-mutiara di tengah tumpukan perbedaan di antara kita.

8
Sebelum kemampuan untuk bersinergi, terlebih dulu diperlukan kemampuan untuk "bergaul" dan berkomunikasi. Suatu pergaulan yang didasari sikap saling menghargai, dan sikap saling menghormati perbedaan. Saya sudah menulis tentang prinsip-prinsip pergaulan, baca DISINI

Semoga kita diberi kemampuan untuk membangun tali-pergaulan, tali-komunikasi, tali-silaturahmi. Semoga pula kita diberi kesabaran, kegigihan, dan kesungguhan untuk membangun kerjasama, dan untuk menemukan sinergi yang mengakselerasi kemajuan kita bersama, untuk menciptakan kebaikan-kebaikan bagi semua. 

BACA JUGA:
DUNIA SEMAKIN PLURAL
CARA BERGAUL SECARA HARMONIS

Previous
Next Post »
Thanks for your comment