Buku

MENGAPA Allah menetapkan: membaca, sebagai perintah pertama kepada Rasulullah Muhammad SAW? Lantas, bertegas jelas, mengungkapkan, bagaimana Ia memiliki cara mengajarkan manusia dengan kalam? 



Pertanyaan sederhana ini, menggoda pikiran sejak lama. Tentu, bukan hanya karena membaca (dalam makna multi-dimensional) merupakan cara terbaik manusia memahami seluruh fenomena dan paradigma. Dua hal yang selalu ada dan terus ada dalam kehidupan manusia. Membaca dan kalam, membaca dan menulis, adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan satu dengan lainnya, ketika manusia hendak melaksanakan fungsi kemanusiaannya paling utama: mendidik. Membaca dan menulis adalah cara terbaik manusia memahami hakekat peradaban, sekaligus cara untuk memperoleh pemahaman asasi tentang hakekat eksistensi manusia, sebagai datu di atas semesta. Karenanya, sangat kait berkait dengan diciptakannya think, instink, sense, dan feel sebagai sesuatu yang melekat pada diri manusia.

Dalam peradaban modern manusia selanjutnya, relasi membaca dan menulis – jauh sebelum manusia menemukan surat kabar alias acta diurna – terekspresikan melalui buku. Karenanya, buku – mungkin sampai akhir zaman – disebut sebagai medium peradaban paling lama eksistensinya di tengah kehidupan manusia. Dalam banyak hal, melalui buku, manusia memperoleh begitu banyak cara menjalani kehidupan terbaik. Karenanya, buku disebut juga sebagai ‘jendela dunia’. Sebagai medium peradaban, buku memberi peluang luar biasa bagi berlangsungnya proses transformasi ilmu pengetahuan, yang terkait dengan seluruh aspek kehidupan manusia. Buku, dalam satu tarikan nafas, juga menjadi suluh fikir, yang memberi makna kualitatif atas dzikir. 

Sejarah perjalanan bangsa-bangsa di dunia, memperlihatkan, para pemimpin dan bangsa yang peduli dengan buku, telah memacu perkembangan kualitas sumberdaya manusianya. Bangsa-bangsa itu, kemudian menjadi pioneer dalam membentuk kualitas sumberdaya insani yang berkualitas. Cerdas, bijak, optimistis, dan selalu mempunyai kiat dan siasat prima mengatasi berbagai tantangan dan rintangan kehidupannya. Saya termasuk orang yang sangat percaya, bahwa buku merupakan tools penting dan utama dalam keseluruhan proses dan upaya mencerdaskan bangsa, bukan sekadar pelengkap penyerta dinamika suatu bangsa mencapai posisinya sebagai bangsa yang unggul. Secara mainstream, saya berfikir, bangsa yang unggul akan tercermin tak hanya pada berkembang tidaknya minat baca masyarakat. Melainkan juga pada maju dan mundurnya industri perbukuan di lingkungan bangsa itu. Industri perbukuan pun tak hanya sekedar merupakan bagian dari industri kreatif belaka, karena industri perbukuan justru akan menjadi fundamen dari keseluruhan dinamika industri kreatif itu. Itulah sebabnya, di berbagai negara yang bergerak maju melesat ke masa depan, industri perbukuan memperoleh ruang dan tempat yang utama, sebagai prioritas. Karena industri perbukuan inilah yang akan menjadi soko utama ketahanan ruhaniah – bathiniah manusia, yang porsinya sama penting dengan ketahanan pangan. 

Dalam hal buku, pelajaran amat penting yang diberikan oleh para pendidik saya di masa belia, soalnya bukan terletak pada mahal dan murah. Murah dan mahalnya harga buku, lebih terkait dengan murah dan mahalnya ongkos produksi dan distribusinya. Karenanya, ketersediaan buku dan kemudahan memperolehnya, lebih penting dan utama. Inilah yang lebih menentukan, seberapa jauh panganan ruhaniah dan batiniah itu bisa dikonsumsi. Saya percaya, bangsa ini adalah bangsa yang peduli terhadap buku. Lantas, menempatkan industri perbukuan sebagai bagian dari pembangunan bangsa yang penting dan utama.

Baca Juga:
Buku; Karya Monumental Kaum Intelektual
Previous
Next Post »
Thanks for your comment